Lazada Indonesia
komputer

Senin, 23 Mei 2016

Teknologi Indonesia




09 Jan 2016 13:26:36 | by | 6533 views | 17 comments |
4.8/5 Stars dari 2 voter
Fase Engineering and Manufacturing Development (EMD) project pesawat tempur KFX/IFX yang sudah lama tertunda akhirnya resmi dimulai kembali. Hal ini ditandai dengan adanya tandatangan kontrak yang mengikat antara Indonesia dan Korea selatan. Tidak hanya satu kontrak saja, tetapi dua kontrak sekaligus. Kedua kontrak ini ditandatangani pada tanggal 7 Januari 2016 lalu di Jakarta.

Kontrak pertama yang ditandatangani adalah kontrak mengenai pembiayaan fase EMD KFX/IFX antara Kementerian Pertahanan Indonesia dengan Korea Aerospace Industries (KAI). Kontrak yang disebut juga dengan Cost Share Agreement (CSA) ini akan mencakup mengenai pembiayaan proyek serta pembagian pembiayaan, dimana Indonesia akan menanggung 20% biaya proyek. Sisanya akan ditanggung pemerintah Korea selatan dan KAI. Dengan total biaya fase EMD sekitar US$6.7 Miliar, Indonesia akan menanggung sekitar US$1.3 Miliar. Penandatanganan kontrak CSA dilakukan antara Dirjen Potensi Pertahanan Timbul Siahaan dan President and CEO KAI Ltd, Ha Sung Yong.

Sedangkan kontrak kedua yang ditandatangani adalah kontrak business to business antara Korea Aerospace Industries (KAI) dengan PT Dirgantara Indonesia. Kontrak yang disebut dengan Work Assignment Agreement (WAA) ini mengatur detail pembagian kerja antar kedua perusahaan dirgantara ini dalam pengembangan pesawat tempur KFX/IFX ini. Kontrak WAA ini ditandatangani oleh Dirut PT DI, Budi Santoso dan CEO KAI, Ha Sung Yong. Penandatanganan kontrak ini juga disaksikan oleh Ryamizard dan Minister of Defence Acquisition Program Administration (DAPA) Republik Korea Chang Myoungjin.

Kontrak Work Assignment Agreement (WAA)ini juga mengatur keterlibatan PT Dirgantara Indonesia dalam design pesawat tempur, pembuatan komponen, prototipe, pengujian, dan sertifikasi serta mengatur hal-hal terkait aspek bisnis maupun legal. WAA juga mengatur peran yang akan diambil oleh PT. DI meliputi semua hak dan kewajibannya karena WAA merupakan dokumen businness to businnes (B to B).

Kedua kontrak yang ditandatangani ini berdasarkan project agreement on engineering and manufacturing development of joint development KFX/IFX yang telah ditandatangani kedua negara pada Oktober 2014 yang lalu.


Inti Kontrak Untuk Fase EMD Project KFX/IFX antara Indonesia dan Korea Selatan


Dalam kontrak mengikat yang ditandatangani kedua pihak ini, disepakati bahwa Indonesia akan menanggung 20% (sekitar US$1.33 Miliar) biaya pengembangan pesawat tempur KFX/IFX dalam fase EMD ini. Sedangkan sisanya akan ditanggung pemerintah Korea Selatan sebanyak 60% dan KAI sebanyak 20%. Total dana yang dibutuhkan untuk fase EMD ini diperkirakan mencapai US$6.7 Miliar.

Untuk pembayaran dari US$1.33 Miliar yang menjadi tanggung jawab Indonesia, akan dimulai pada bulan April 2016 ini. Pembayaran pertama Indonesia ini adalah sebesar 1 % total dana fase EMD KFX atau sekitar US$67 Juta. 1% disini bukan 1% dari US$1.3 Miliar yang jadi kewajiban Indonesia, tetapi 1% dari total US$6.7 Miliar anggaran yang dibutuhkan dalam fase EMD KFX/IFX.

Selanjutnya dari tahun 2017-2025, Indonesia akan kembali membayar kewajiban dalam project ini lebih besar sedikit dari 2% (sekitar US$135 Juta) setiap tahunnya. Sehingga jumlah persen yang ditanggung Indonesia secara keseluruhan dari tahun 2016 sampai 2025 adalah 20% atau sekitar US$1.33 Miliar. Ini jelas menunjukkan bahwa dana US$1.33 Miliar yang menjadi kewajiban Indonesia tidak dibayar sekaligus, tetapi dibayar secara bertahap setiap tahunnya.

Design KFX/IFX C-103 Conventional Wing Dual EngineDesign KFX/IFX C-103 Conventional Wing Dual Engine

Untuk pembayaran pertama pada April 2016 yang menjadi kewajiban yang harus segera dibayar Indonesia, tampaknya tidak akan menghadapi kendala apapun. Hal ini karena pada bulan Oktober 2015 yang lalu, DPR Indonesia sudah menyetujui anggaran sebesar US$77 Juta untuk digunakan di project KFX/IFX ini.

Selain masalah pendanaan, hal yang menarik lainnya adalah dengan dilibatkannya ratusan tenaga ahli dirgantara Indonesia kedalam project ini. Seperti yang disebutkan oleh petinggi PT DI, perusahaan tersebut akan segera mengirimkan sebanyak 100 orang tenaga ahlinya ke Korea pada bulan Mei 2016 ini. Tenaga ahli Indonesia ini akan bergabung dengan tenaga ahli Korea dan Amerika (Lockheed Martin) untuk memulai fase EMD ini.

Gabungan dari tengaga ahli Indonesia, Korea dan Amerika ini akan dipecah pecah dalam banyak divisi dan unit yang memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing. Sehingga ahli –ahli dari Indonesia ini sudah akan terlibat dalam design struktur pesawat tempur, dan terlibat dalam banyak proses pengembangan pesawat tempur canggih ini.

[Baca Juga : Amerika Tolak Beri 4 Teknologi ke Project KFX Korea – Indonesia]

Namun beberapa sumber menyebutkan bahwa PT Dirgantara Indonesia akan mengirimkan lebih dari 100 orang tenaga ahlinya, bisa mencapai 200-300 orang. Hanya saja belum ada rincian mengenai kebenarannya serta bagaimana teknisnya. Bisa saja jumlah tenaga ahli ini dikirim dalam beberapa gelombang seperti halnya pada fase Technical Development pada tahun 2010-2012 yang lalu.

Selanjutnya fase EMD ini akan menghasilkan sebanyak 6 unit prototype pesawat tempur KFX/IFX yang akan diuji sebelum diproduksi missal. Prototipe pertama diharapkan sudah selesai dibangun pada tahun 2020 mendatang, dan akan menjalani serangkaian ujicoba. Satu unit prototype diantaranya akan diberikan kepada Indonesia untuk kepentingan ujicoba di Indonesia. Tidak hanya satu unit protipe saja, Indonesia akan mendapatkan akses terhadap data teknis dan informasi penting terkait project KFX/IFX ini.

Saat ini kedua perusahaan dirgantara ini sedang melakukan persiapan untuk memulai fase EMD yang juga sering disebut dengan full scale development. Dan dikabarkan dalam bulan Januari 2016 ini Korea Aerospace Industrise (KAI) juga akan mengadakan pertemuan dengan pejabat pemerintah dan militer Korea yang juga akan dihadiri pejabat pemerintah dan Militer Indonesia.

[Baca Juga : Indonesia - Korea Tandatangani Kesepakatan Fase EMD Project KFX]

Sebelumnya Pemerintah Korea Selatan yang diwakili oleh Defense Acquisition Program Administration (DAPA) sudah menandatangani kontrak dengan KAI terkait dengan dipilihnya KAI bersama Lockheed Martin sebagai kontraktor utama dari project pengembangan pesawat tempur KFX/IFX ini. Penandatangan kontrak ini dilakukan pada tanggal 28 Desember 2015 yang lalu di Korea Selatan.

Penandatangan kontrak mengikat antara DAPA Korea dengan KAI, diikuti pihak Indonesia dan KAI ini menjadi penanda dimulainya fase EMD secara resmi. Fase EMD ini diharapkan akan selesai pada tahun 2026 mendatang, dimana wahtu yang dibutuhkan untuk pengembangan ini hanya sekitar 10 tahun. Dan KAI diharapkan mampu memproduksi 120 unit pesawat tempur KFX/IFX ini sampai dengan tahun 2032 mendatang.

Fase EMD Proyek KFX/IFX Dimulai, Segudang Masalah Menanti


Berita dimulainya fase EMD project KFX/IFX ini tentunya menjadi kabar baik bagi kedua negara setelah lama tertunda. Namun dibalik berita baik tersebut, tersimpan segudang permasalahan yang sedang harus dipecahkan untuk memuluskan proyek ini.

Permasalahan terbesar yang sedang dihadapi dalam proyek ini adalah kenyataan bahwa ada 4 core teknologi penting yang semula diharapkan akan diberikan Amerika Serika melalui Lockheed Martin untuk proyek ini, namun ternyata ditolak oleh Amerika. Ke empat core teknologi ini adalah active electronically scanned array (AESA) radar, infrared search and track (IRST), electronic optics targeting pod (EOTGP) and Radio Frequency jammer. Keempatnya merupakan teknologi paling vital dalam pesawat tempur.

Untuk mengatasi kekurangan 4 core teknologi vital ini, DAPA Korea Selatan sudah memikirkan beberapa opsi yaitu mencari alternative lain dari negara Eropa atau mengembangkannya sendiri di Korea. Sebenarnya untuk ke empat teknologi tersebut, Korea sudah mulai mengembangkannya namun belum bisa diharapkan cukup matang untuk digunakan di KFX/IFX.

Untuk masalah ini kemungkinan Korea akan menggandeng perusahaan Eropa untuk menutupi kekurangan sembari terus mengembangkan versi Korea sendiri dengan bantuan transfer teknologi negara Eropa ini. Bahkan untuk radar AESA, Korea sudah mendapatkan beberapa tawaran menarik dari perusahaan Eropa. Diantaranya adalah SAAB Swedia yang menawarkan radar PS-05/A Mark 5 AESA, Selex ES yang menawarkan radar Captor E AESA dan IAI Israel yang menawarkan radar EL/M-2052 AESA.

[Baca Juga : Ditolak US, Korea Incar Teknologi Radar AESA Eropa Untuk KFX]

Tawarannya cukup menarik dan bisa menggantikan kekurangan 4 core teknologi yang tidak berikan oleh Amerika. Namun tentu saja meski alternative sudah ada, masih banyak tantangan yang akan dihadapi sebelum 4 core teknologi dari Eropa dan Korea ini bisa menyatu dalam pesawat tempur KFX/IFX ini.

Permasalahan lainnya adalah terkait dengan 21 core technology yang juga dari Amerika yang merupakan kewajiban Lockheed Martin untuk diberikan kedalam project KFX/IFX ini. Secara garis besar, pihak Korea Selatan dan Amerika serta Lockheed Martin sudah sepakat bahwa 21 core teknologi ini akan diberikan ke Korea. Namun masih ada masalah yang cukup menggantung, dimana Lockheed Martin dan Amerika Serikat meminta Korea untuk lebih merinci secara detail item apa yang akan diberikan terkait 21 core teknologi ini.

Hal ini mungkin saja menjadi sebuah trik atau permainan tingkat tinggi yang dilakukan Amerika dan Lockheed Martin untuk kepentingan mereka. Namun disisi lain, Amerika dan Lockheed Martin juga terikat dan berkewajiban memberikan hal itu kepada Korea Selatan terkait dengan kontrak US$6.7 Miliar yang diberikan Korea kepada Lockheed Martin untuk pembelian 40 unit pesawat tempur F-35A Lightning II beberapa tahun silam.

Hal lain yang mungkin akan menjadi permasalahan bagi proyek ini adalah kemungkinan adanya pembengkakan dana proyek dari yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini sering terjadi dalam banyak proyek pengembangan pesawat tempur lain didunia. Namun disini penulis menemukan sebuah fakta yang cukup menarik, dimana semula pengembangan KFX/IFX ini diperkirakan akan menelan dana sebesar US$8.6 Miliar (10 Triliun Won), namun dalam kontrak terakhir nilainya bukan bertambah malah menurun menjadi hanya US$6.7 Miliar (8.6 Triliun Won).

Namun tampaknya masalah pembengkakan dana ini belum ada tanda-tanda saat ini, dan jika adapun tampaknya Korea tidak akan menghentikan proyek ini. Apalagi proyek ini akan menjadi proyek militer terbesar bagi negara tersebut. Bagi Indonesia sendiri proyek ini akan menjadi proyek terbesar bagi militer Indonesia. Meski ini bukan murni pesawat tempur buatan Indonesia, tetap saja Indonesia akan mengeluarkan dana yang tidak sedikit didalamnya.

Disisi Indonesia sendiri, akan mengalami sejumlah tantangan. Diantaranya adalah kemungkinan proyek ini mengalami delay atau keterlambatan dalam menyelesaikan dan memproduksi pesawat tempur untuk kebutuhan Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pada awalnya, pemerintah merencanakan untuk menjadikan KFX/IFX sebagai pengganti pesawat tempur Hawk-109/209 untuk memperkuat alutsista TNI dimasa mendatang.

Design KFX/IFX C-203 Delta Wing Dual EngineDesign KFX/IFX C-103 Delta Wing Dual Engine

Pada awalnya KFX/IFX diharapkan sudah mulai di produksi pada tahun 2023 dan sudah mulai beroperasi pada tahun 2025. Namun tampaknya akan mundur, dimana kemungkinan pesawat tempur ini baru bisa beroperasi sekitar tahun 2026-2027 mendatang. Ditahun tersebut usia pesawat tempur Hawk-109/209 sudah cukup tua mencapai 30 tahun dan akan tertinggal secara teknologi dengan alutsista tetangga. Apalagi beberapa tahun lalu, pemerintah sudah menyebutkan bahwa pesawat tempur Hawk-109/209 tidak akan di upgrade karena tidak efisien.

Sehingga disini, pengganti Hawk-109/209 akan dicarikan pesawat tempur lain atau terpaksa harus menunggu hingga pesawat tempur KFX/IFX siap operasional sebelum pesawat tempur Hawk-109/209 akhirnya di pensiunkan. Tetapi memang waktu yang masih panjang, membuat segala kemungkinan masih bisa saja terjadi.

Sekilas Tengang Project Pengembangan Pesawat Tempur KFX/IFX


Project pengembangan pesawat tempur KFX/IFX sendiri adalah project ambisius yang dijalankan Korea Selatan untuk menhasilkan pesawat tempur generasi 4.5 yang lebih canggih dari pesawat tempur KF-16 Korea namun tidak lebih baik dari pesawat tempur F-35 Lightning II buatan Lockheed Martin. Indonesia sendiri baru terlibat dalam project ini pada tahun 2011 yang lalu, dimana Indonesia ikut dalam fase Technical Development (TD phase) yang sudah diselesaikan pada tahun 2012 yang lalu.

Pesawat tempur KFX/IFX ini akan menggunakan design dual engine (bermesin ganda), dimana pilihan mesin yang akan digunakan adalah mesin F414 buatan General electric atau mesin EJ200 buatan Eurojet. Mesin F414 sendiri sudah digunakan dipesawat tempur F/A-18 E/F Super Hornet, EA-18G Growler dan SAAB Gripen E/F. Sedangkan mesin EJ200 sendiri sudah digunakan dipesawat tempur EF Typhoon buatan konsosium EuroFighter. Tender pemilihan mesin sendiri kabarnya sudah dilakukan dan akan segera diumumkan.

Saat ini ada dua pilihan design pesawat tempur yang akan dipilih salah satunya untuk proyek ini. Kedua design ini adalah design C-103 conventional wing dan C-203 delta canard wing. Sampai saat ini belum ada kejelasan dan kepastian design mana yang akan dipakai. Namun beberapa sumber menyebutkan bahwa design C-103 adalah kandidat design paling kuat yang akan digunakan.

Lalu bagaimana perkembangan proyek pesawat tempur KFX/IFX ini kedepan? Apakah akan bisa mengatasi setiap kendala yang ada atau malah akan terbentur dan gagal total akibat berbagai permasalahan yang muncul? Kita tunggu saja perkembangannya. Opini, kritik dan argument pembaca terkait artikel ini, silahkan disampaikan di form komentar dibawah. Salam dari Admin AnalisisMiliter.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tas wanita