09 Jan 2016 13:26:36 | by Admin
| 6533 views | 17 comments
|
4.8/5 Stars dari 2 voter
Fase Engineering and Manufacturing Development (EMD) project pesawat
tempur KFX/IFX yang sudah lama tertunda akhirnya resmi dimulai kembali.
Hal ini ditandai dengan adanya tandatangan kontrak yang mengikat antara
Indonesia dan Korea selatan. Tidak hanya satu kontrak saja, tetapi dua
kontrak sekaligus. Kedua kontrak ini ditandatangani pada tanggal 7
Januari 2016 lalu di Jakarta.
Kontrak pertama yang ditandatangani adalah kontrak mengenai pembiayaan
fase EMD KFX/IFX antara Kementerian Pertahanan Indonesia dengan Korea
Aerospace Industries (KAI). Kontrak yang disebut juga dengan
Cost Share Agreement (CSA)
ini akan mencakup mengenai pembiayaan proyek serta pembagian
pembiayaan, dimana Indonesia akan menanggung 20% biaya proyek. Sisanya
akan ditanggung pemerintah Korea selatan dan KAI. Dengan total biaya
fase EMD sekitar US$6.7 Miliar, Indonesia akan menanggung sekitar US$1.3
Miliar. Penandatanganan kontrak CSA dilakukan antara Dirjen Potensi
Pertahanan Timbul Siahaan dan President and CEO KAI Ltd, Ha Sung Yong.
Sedangkan kontrak kedua yang ditandatangani adalah kontrak
business to business antara Korea Aerospace Industries (KAI) dengan PT Dirgantara Indonesia. Kontrak yang disebut dengan
Work Assignment Agreement (WAA)
ini mengatur detail pembagian kerja antar kedua perusahaan dirgantara
ini dalam pengembangan pesawat tempur KFX/IFX ini. Kontrak WAA ini
ditandatangani oleh Dirut PT DI, Budi Santoso dan CEO KAI, Ha Sung
Yong. Penandatanganan kontrak ini juga disaksikan oleh Ryamizard dan
Minister of Defence Acquisition Program Administration (DAPA) Republik
Korea Chang Myoungjin.
Kontrak Work Assignment Agreement (WAA)ini juga mengatur keterlibatan PT
Dirgantara Indonesia dalam design pesawat tempur, pembuatan komponen,
prototipe, pengujian, dan sertifikasi serta mengatur hal-hal terkait
aspek bisnis maupun legal. WAA juga mengatur peran yang akan diambil
oleh PT. DI meliputi semua hak dan kewajibannya karena WAA merupakan
dokumen
businness to businnes (B to B).
Kedua kontrak yang ditandatangani ini berdasarkan project agreement on
engineering and manufacturing development of joint development KFX/IFX
yang telah ditandatangani kedua negara pada Oktober 2014 yang lalu.
Inti Kontrak Untuk Fase EMD Project KFX/IFX antara Indonesia dan Korea Selatan
Dalam kontrak mengikat yang ditandatangani kedua pihak ini,
disepakati bahwa Indonesia akan menanggung 20% (sekitar US$1.33 Miliar)
biaya pengembangan pesawat tempur KFX/IFX dalam fase EMD ini. Sedangkan
sisanya akan ditanggung pemerintah Korea Selatan sebanyak 60% dan KAI
sebanyak 20%. Total dana yang dibutuhkan untuk fase EMD ini diperkirakan
mencapai US$6.7 Miliar.
Untuk pembayaran dari US$1.33 Miliar yang menjadi tanggung jawab
Indonesia, akan dimulai pada bulan April 2016 ini. Pembayaran pertama
Indonesia ini adalah sebesar 1 % total dana fase EMD KFX atau sekitar
US$67 Juta. 1% disini bukan 1% dari US$1.3 Miliar yang jadi kewajiban
Indonesia, tetapi 1% dari total US$6.7 Miliar anggaran yang dibutuhkan
dalam fase EMD KFX/IFX.
Selanjutnya dari tahun 2017-2025, Indonesia akan kembali membayar
kewajiban dalam project ini lebih besar sedikit dari 2% (sekitar US$135
Juta) setiap tahunnya. Sehingga jumlah persen yang ditanggung Indonesia
secara keseluruhan dari tahun 2016 sampai 2025 adalah 20% atau sekitar
US$1.33 Miliar. Ini jelas menunjukkan bahwa dana US$1.33 Miliar yang
menjadi kewajiban Indonesia tidak dibayar sekaligus, tetapi dibayar
secara bertahap setiap tahunnya.
Design KFX/IFX C-103 Conventional Wing Dual Engine
Untuk pembayaran pertama pada April 2016 yang menjadi kewajiban yang
harus segera dibayar Indonesia, tampaknya tidak akan menghadapi kendala
apapun. Hal ini karena pada bulan Oktober 2015 yang lalu, DPR Indonesia
sudah menyetujui anggaran sebesar US$77 Juta untuk digunakan di project
KFX/IFX ini.
Selain masalah pendanaan, hal yang menarik lainnya adalah dengan
dilibatkannya ratusan tenaga ahli dirgantara Indonesia kedalam project
ini. Seperti yang disebutkan oleh petinggi PT DI, perusahaan tersebut
akan segera mengirimkan sebanyak 100 orang tenaga ahlinya ke Korea pada
bulan Mei 2016 ini. Tenaga ahli Indonesia ini akan bergabung dengan
tenaga ahli Korea dan Amerika (Lockheed Martin) untuk memulai fase EMD
ini.
Gabungan dari tengaga ahli Indonesia, Korea dan Amerika ini akan dipecah
pecah dalam banyak divisi dan unit yang memiliki tugas dan tanggung
jawab masing-masing. Sehingga ahli –ahli dari Indonesia ini sudah akan
terlibat dalam design struktur
pesawat tempur, dan terlibat dalam banyak proses pengembangan pesawat tempur canggih ini.
[Baca Juga : Amerika Tolak Beri 4 Teknologi ke Project KFX Korea – Indonesia]
Namun beberapa sumber menyebutkan bahwa PT Dirgantara Indonesia akan
mengirimkan lebih dari 100 orang tenaga ahlinya, bisa mencapai 200-300
orang. Hanya saja belum ada rincian mengenai kebenarannya serta
bagaimana teknisnya. Bisa saja jumlah tenaga ahli ini dikirim dalam
beberapa gelombang seperti halnya pada fase Technical Development pada
tahun 2010-2012 yang lalu.
Selanjutnya fase EMD ini akan menghasilkan sebanyak 6 unit prototype
pesawat tempur KFX/IFX yang akan diuji sebelum diproduksi missal.
Prototipe pertama diharapkan sudah selesai dibangun pada tahun 2020
mendatang, dan akan menjalani serangkaian ujicoba. Satu unit prototype
diantaranya akan diberikan kepada Indonesia untuk kepentingan ujicoba di
Indonesia. Tidak hanya satu unit protipe saja, Indonesia akan
mendapatkan akses terhadap data teknis dan informasi penting terkait
project KFX/IFX ini.
Saat ini kedua perusahaan dirgantara ini sedang melakukan persiapan untuk memulai fase EMD yang juga sering disebut dengan
full scale development.
Dan dikabarkan dalam bulan Januari 2016 ini Korea Aerospace Industrise
(KAI) juga akan mengadakan pertemuan dengan pejabat pemerintah dan
militer Korea yang juga akan dihadiri pejabat pemerintah dan
Militer Indonesia.
[Baca Juga : Indonesia - Korea Tandatangani Kesepakatan Fase EMD Project KFX]
Sebelumnya Pemerintah Korea Selatan yang diwakili oleh Defense
Acquisition Program Administration (DAPA) sudah menandatangani kontrak
dengan KAI terkait dengan dipilihnya KAI bersama Lockheed Martin sebagai
kontraktor utama dari project pengembangan pesawat tempur KFX/IFX ini.
Penandatangan kontrak ini dilakukan pada tanggal 28 Desember 2015 yang
lalu di Korea Selatan.
Penandatangan kontrak mengikat antara DAPA Korea dengan KAI, diikuti
pihak Indonesia dan KAI ini menjadi penanda dimulainya fase EMD secara
resmi. Fase EMD ini diharapkan akan selesai pada tahun 2026 mendatang,
dimana wahtu yang dibutuhkan untuk pengembangan ini hanya sekitar 10
tahun. Dan KAI diharapkan mampu memproduksi 120 unit pesawat tempur
KFX/IFX ini sampai dengan tahun 2032 mendatang.
Fase EMD Proyek KFX/IFX Dimulai, Segudang Masalah Menanti
Berita dimulainya fase EMD project KFX/IFX ini tentunya menjadi kabar
baik bagi kedua negara setelah lama tertunda. Namun dibalik berita baik
tersebut, tersimpan segudang permasalahan yang sedang harus dipecahkan
untuk memuluskan proyek ini.
Permasalahan terbesar yang sedang dihadapi dalam proyek ini adalah
kenyataan bahwa ada 4 core teknologi penting yang semula diharapkan akan
diberikan Amerika Serika melalui Lockheed Martin untuk proyek ini,
namun ternyata ditolak oleh Amerika. Ke empat core teknologi ini adalah
active
electronically scanned array (AESA) radar, infrared search and track
(IRST), electronic optics targeting pod (EOTGP) and Radio Frequency
jammer. Keempatnya merupakan teknologi paling vital dalam pesawat tempur.
Untuk mengatasi kekurangan 4 core teknologi vital ini, DAPA Korea
Selatan sudah memikirkan beberapa opsi yaitu mencari alternative lain
dari negara Eropa atau mengembangkannya sendiri di Korea. Sebenarnya
untuk ke empat teknologi tersebut, Korea sudah mulai mengembangkannya
namun belum bisa diharapkan cukup matang untuk digunakan di KFX/IFX.
Untuk masalah ini kemungkinan Korea akan menggandeng perusahaan Eropa
untuk menutupi kekurangan sembari terus mengembangkan versi Korea
sendiri dengan bantuan transfer teknologi negara Eropa ini. Bahkan untuk
radar AESA, Korea sudah mendapatkan beberapa tawaran menarik dari
perusahaan Eropa. Diantaranya adalah SAAB Swedia yang menawarkan radar
PS-05/A Mark 5 AESA, Selex ES yang menawarkan radar Captor E AESA dan
IAI Israel yang menawarkan radar EL/M-2052 AESA.
[Baca Juga : Ditolak US, Korea Incar Teknologi Radar AESA Eropa Untuk KFX]
Tawarannya cukup menarik dan bisa menggantikan kekurangan 4 core
teknologi yang tidak berikan oleh Amerika. Namun tentu saja meski
alternative sudah ada, masih banyak tantangan yang akan dihadapi sebelum
4 core teknologi dari Eropa dan Korea ini bisa menyatu dalam pesawat
tempur KFX/IFX ini.
Permasalahan lainnya adalah terkait dengan 21 core technology yang juga
dari Amerika yang merupakan kewajiban Lockheed Martin untuk diberikan
kedalam project KFX/IFX ini. Secara garis besar, pihak Korea Selatan dan
Amerika serta Lockheed Martin sudah sepakat bahwa 21 core teknologi ini
akan diberikan ke Korea. Namun masih ada masalah yang cukup
menggantung, dimana Lockheed Martin dan Amerika Serikat meminta Korea
untuk lebih merinci secara detail item apa yang akan diberikan terkait
21 core teknologi ini.
Hal ini mungkin saja menjadi sebuah trik atau permainan tingkat tinggi
yang dilakukan Amerika dan Lockheed Martin untuk kepentingan mereka.
Namun disisi lain, Amerika dan Lockheed Martin juga terikat dan
berkewajiban memberikan hal itu kepada Korea Selatan terkait dengan
kontrak US$6.7 Miliar yang diberikan Korea kepada Lockheed Martin untuk
pembelian 40 unit pesawat tempur F-35A Lightning II beberapa tahun
silam.
Hal lain yang mungkin akan menjadi permasalahan bagi proyek ini adalah
kemungkinan adanya pembengkakan dana proyek dari yang diperkirakan
sebelumnya. Hal ini sering terjadi dalam banyak proyek pengembangan
pesawat tempur lain didunia. Namun disini penulis menemukan sebuah fakta
yang cukup menarik, dimana semula pengembangan KFX/IFX ini diperkirakan
akan menelan dana sebesar US$8.6 Miliar (10 Triliun Won), namun dalam
kontrak terakhir nilainya bukan bertambah malah menurun menjadi hanya
US$6.7 Miliar (8.6 Triliun Won).
Namun tampaknya masalah pembengkakan dana ini belum ada tanda-tanda saat
ini, dan jika adapun tampaknya Korea tidak akan menghentikan proyek
ini. Apalagi proyek ini akan menjadi proyek militer terbesar bagi negara
tersebut. Bagi Indonesia sendiri proyek ini akan menjadi proyek
terbesar bagi militer Indonesia. Meski ini bukan murni
pesawat tempur buatan Indonesia, tetap saja Indonesia akan mengeluarkan dana yang tidak sedikit didalamnya.
Disisi Indonesia sendiri, akan mengalami sejumlah tantangan. Diantaranya
adalah kemungkinan proyek ini mengalami delay atau keterlambatan dalam
menyelesaikan dan memproduksi pesawat tempur untuk kebutuhan Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pada awalnya, pemerintah
merencanakan untuk menjadikan KFX/IFX sebagai pengganti pesawat tempur
Hawk-109/209 untuk memperkuat
alutsista TNI dimasa mendatang.
Design KFX/IFX C-103 Delta Wing Dual Engine
Pada awalnya KFX/IFX diharapkan sudah mulai di produksi pada tahun 2023
dan sudah mulai beroperasi pada tahun 2025. Namun tampaknya akan mundur,
dimana kemungkinan pesawat tempur ini baru bisa beroperasi sekitar
tahun 2026-2027 mendatang. Ditahun tersebut usia pesawat tempur
Hawk-109/209 sudah cukup tua mencapai 30 tahun dan akan tertinggal
secara teknologi dengan
alutsista
tetangga. Apalagi beberapa tahun lalu, pemerintah sudah menyebutkan
bahwa pesawat tempur Hawk-109/209 tidak akan di upgrade karena tidak
efisien.
Sehingga disini, pengganti Hawk-109/209 akan dicarikan pesawat tempur
lain atau terpaksa harus menunggu hingga pesawat tempur KFX/IFX siap
operasional sebelum pesawat tempur Hawk-109/209 akhirnya di pensiunkan.
Tetapi memang waktu yang masih panjang, membuat segala kemungkinan masih
bisa saja terjadi.
Sekilas Tengang Project Pengembangan Pesawat Tempur KFX/IFX
Project pengembangan pesawat tempur KFX/IFX sendiri adalah project
ambisius yang dijalankan Korea Selatan untuk menhasilkan pesawat tempur
generasi 4.5 yang lebih canggih dari pesawat tempur KF-16 Korea namun
tidak lebih baik dari pesawat tempur F-35 Lightning II buatan Lockheed
Martin. Indonesia sendiri baru terlibat dalam project ini pada tahun
2011 yang lalu, dimana Indonesia ikut dalam fase Technical Development
(TD phase) yang sudah diselesaikan pada tahun 2012 yang lalu.
Pesawat tempur KFX/IFX ini akan menggunakan design dual engine (bermesin
ganda), dimana pilihan mesin yang akan digunakan adalah mesin F414
buatan General electric atau mesin EJ200 buatan Eurojet. Mesin F414
sendiri sudah digunakan dipesawat tempur F/A-18 E/F Super Hornet, EA-18G
Growler dan SAAB Gripen E/F. Sedangkan mesin EJ200 sendiri sudah
digunakan dipesawat tempur EF Typhoon buatan konsosium EuroFighter.
Tender pemilihan mesin sendiri kabarnya sudah dilakukan dan akan segera
diumumkan.
Saat ini ada dua pilihan design pesawat tempur yang akan dipilih salah
satunya untuk proyek ini. Kedua design ini adalah design C-103
conventional wing dan C-203 delta canard wing. Sampai saat ini belum ada
kejelasan dan kepastian design mana yang akan dipakai. Namun beberapa
sumber menyebutkan bahwa design C-103 adalah kandidat design paling kuat
yang akan digunakan.
Lalu bagaimana perkembangan proyek pesawat tempur KFX/IFX ini kedepan?
Apakah akan bisa mengatasi setiap kendala yang ada atau malah akan
terbentur dan gagal total akibat berbagai permasalahan yang muncul? Kita
tunggu saja perkembangannya. Opini, kritik dan argument pembaca terkait
artikel ini, silahkan disampaikan di form komentar dibawah. Salam dari
Admin AnalisisMiliter.com